HAKIKAT STILISTIKA
A. Materi
1. Pengertian
stilistika
2. Sejarah
stilistika
3. Objek
Kajian stilistika
1.
Pengertian
Stilistika
Istilah
stilistika berasal dari istilah stylistics
dalam bahasa Inggris. Istilah stilistika atau stylistics terdiri dari dua kata style dan ics. Stylist adalah pengarang atau pembicara
yang baik gaya bahasanya, perancang atau ahli dalam mode. Ics atau ika adalah ilmu, kaji, telaah. Jadi, stilistika adalah
ilmu gaya atau ilmu gaya bahasa. Gaya memang selalu dihubungkan dengan
pemakaian atau penggunaan bahasa dalam karya sastra. Ini merupakan hakikat
stilistika. Ini menyebabkan stilistika merupakan ilmu gabungan atau
interdisipliner. Stilistika menggabungkan ilmu linguistik dengan ilmu sastra. Menurut
Junus (1989: xvii), hakikat stilistika adalah studi mengenai pemakaian bahasa
dalam karya sastra. Stilistika dipakai sebagai ilmu gabung, yakni linguistik
dan ilmu sastra. Paling tidak, studi stilistika dilakukan oleh seorang linguis,
tetapi menaruh perhatian terhadap sastra (atau sebaliknya). Dalam aplikasinya,
seorang linguis bekerja dengan menggunakan data pemakaian bahasa dalam karya sastra,
dengan melihat keistimewaan bahasa sastra. Dengan demikian, stilistika dapat
dipahami sebagai aplikasi teori linguistik pada pemakaian bahasa dalam sastra.
Menurut Shipley, stilistika adalah ilmu tentang gaya
(style), sedangkan style berasal dari kata stilus (latin) yang semula berarti alat
berujung runcing yang digunakan untuk menulis di atas bidang berlapis lilin.
Bagi mereka yang dapat menggunakan alat tersebut secara baik, disebut sebagai
praktisi gaya bahasa yang sukses, sebaliknya, bagi mereka yang tidak dapat
menggunakan dengan baik, disebut praktisi gaya yang kasar atau gagal. Benda
runcing sebagai alat untuk menulis dapat diartikan bermacam-macam. Salah satu
diantaranya adalah menggores, melukai, menembus, menusuk bidang datar sebagai
alat tulisan. Konotasi lain adalah ”menggores” atau ”menusuk” perasaan pembaca,
bahkan juga penulis sendiri sehingga menimbulkan efek tertentu. Pada dasarnya,
di sinilah makna kata stilistika sehingga kemudian berarti gaya bahasa yang
sekaligus berfungsi sebagai penggunaan bahasa yang khas.
Dalam
bidang bahasa dan sastra, stilistika dikatakan sebagai bagian dari ilmu sastra,
lebih sempit lagi, ilmu gaya bahasa dalam kaitannya dengan aspek-aspek
keindahan. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), gaya memiliki beberapa ciri, yaitu (a) kekuatan,
kesanggupan, gaya dalam pengertian denotatif, misalnya gaya pegasm gaya lentur,
gaya tarik bumi; (b) sikap, gerakan, seperti dalam tingkah laku, misalnya gaya
tarik, gaya hidup; (c) irama, lagu, seperti dalam music, misalnya gaya musik
Barat; (d) cara melakukan, seperti dalam olahraga, gaya renang, gaya dada; (e)
ragam, cara, seperti dalam bangunan, seperti bagunan gaya Eropa; dan (g) cara
yang khas, seperti pemakaian bahasa dalam karya sastra, misalnya gaya inversi.
Stilistika
sebagai ilmu yang multidisipliner, telah didefinisikan beragam dan berbeda-beda
oleh para ahli. Leech dan Short (1984:13) menyatakan bahwa stilistika adalah studi
tentang wujud performansi kebahasaan, khususnya yang terdapat dalam karya sastra.
Analisis stilistika karya sastra lazimnya untuk menerangkan hubungan antara bahasa
dengan fungsi artistik dan maknanya. Stilistika juga bertujuan untuk menentukan
seberapa jauh dan dalam hal apa bahasa yang digunakan dalam sastra
memperlihatkan penyimpangan, dan bagaimana pengarang menggunakan tanda-tanda
linguistik untuk mencapai efek khusus. Jadi, dapat dikatakan bahwa definisi
ilmu stilistika ialah sebagai berikut.
a.
Ilmu tentang gaya bahasa.
b.
Ilmu interdisipliner antara linguistik
dengan sastra.
c.
Ilmu tentang penerapan kaidah-kaidah
linguistik dalam penelitian gaya bahasa.
d.
Ilmu yang menyelidiki pemakaian bahasa
dalam karya sastra.
e.
Ilmu yang menyelidiki pemakaian bahasa
dalam karya sastra dengan mempertimbangkan aspek-aspek keindahannya sekaligus
latar belakang sosialnya.
2.
Sejarah
Stilistika
Stilistika
telah mulai dikenal pada masyarakat di Barat dan Indonesia. Sejak zaman Plato
(427-317 SM) dan Aristoteles (384-322 SM), sesungguhnya telah ada kajian
linguistik tentang proses proaktif dalam kesusastraan. Zaman Plato dan
Aristoteles mungkin terlalu jauh dari zaman kita. Pada 1916 telah terbit sebuah
kata hasil kerjasama sastrawan dan bahasa berakhiran Formalisme Rusia dengan
buku yang berjudul, The Study in Theory
of Puitics Language. Pada tahun 1923, Roman Jakobsan menulis tentang puisi
Ceko yang menerapkan kriteria semantik modern dalam pengkajian struktur dan
pola puisi. Pada 1957, Chomsky membuka pandangan baru dalam linguistik dalam penerbitan
bukunya Syntactic Structures.
Kesusastraan merasakan dampak pandangan baru itu.
Pada
awalnya, sastrawan dan kritikus sastra memfungsikan manfaat pengkajian
linguistik terhadap karya sastra. Berbagai anggapan pengkajian demikian akan
merusak keindahan seni karya sastra itu. Semakin lama semakin disadari bahwa
pendekatan linguistik merupakan salah satu pendekatan yang dapat ditempuh untuk
menemukan makna karya sastra. Analisis stilistika berupaya mengganti subjektif
dan impresionisme yang digunakan kritikus sastra sebagai pedoman dalam mengkaji
karya sastra dengan suatu pengkajian yang relatif lebih obyektif dan ilmiah.
Pada
1973, terbit Stylistics, G.Tunner
Harmsondworth, Penguin Books. Pada
1980, terbit buku Linguistics: for
Students of Literatur A Stylistics Introduction of the study of Literatur
Pergamo Fustitut of English, Oxford of Michael Cumming dan Robert Simon
pada 1985, terbit Stylistics and Teaching
of Literature. Di Malaysia, stilistika juga mengalami perkembangan. Pada
1966, Yunus telah banyak menulis makalah stilistika. Ia termasuk pakar stilistika,
di samping Mohammad Yusuf Hasan dan Shahran Ahmad, makalah Yunus telah dibukukan
dengan judul Dari Kata ke Ideologi: Fajar
Bakti, Petalung Jaya 1985. Pada 1979, Mangantar Simanjuntak juga mulai
membahas stilistika. Makalahnya berjudul Aplikasi
Linguistik dalam Pengkajian dan Penulisan Karya Sastra. Ia menganalis teks
sastra berdasarkan teori linguistik Transformatif Generatif. Pada saat yang
sama Mana Si Kana (Keris Emas), menulis makalah Kaktus-Kaktus Kemasan Safe Pengandaan Stilistika.
Pada
1980, persatuan Linguistik Malaysia mengadakan seminar bahasa dan sastra. Pada
1982, makalahnya dibukukan dengan judul Stilistika Simposium Keindahan Bahasa yang disunting oleh Prof. Farid Onn.
Penyumbang makalah adalah Prof. Farid Onn, Dr. Nik Safiah Karim, Awang Sariyah,
Dr Mangantar Simanjuntak, Dr. Dahnil Adnani, Abdul Rahman Napiah, Hashim Awang,
Prof. Kamal Hasan, dan Lutfi Abas. Pada 1985, jurusan Linguistik, jabatan
pengkajian Melayu, Universiti Melayu telah mengadakan satu langkah yang
dinamakan Bengkel Stilistik. Dalam bengkel ini, beberapa makalah membahas aspek
stilistika atau gaya bahasa. Makalah-makalah telah diterbitkan dengan judul Stilistik: Pendekatan dan Penerapan. Pada
1989, Yunus menerbitkan bukunya berjudul Stilistik:
Satu Pengantar yang diterbitkan oleh Dewan Bahasa dan Pustaka, Kementrian,
Pendidikan Malaysia, Kuala Lumpur. Di dalamnya dibahas tentang: (1) Berbagai
pemahaman tentang gaya; (2) Gaya sebagai Mekanisme Stilistik dan sebagai tanda.
Buku ini merupakan hasil pergelutan selama 30 tahun semenjak ia berkenalan
dengan istilah stilistik. Sejak itu, ia selalu berdialog dengan persoalan
stilistika.
Di
Indonesia, stilistika juga mengalami sejarah dan perkembangan. Pada tahun 1956,
Slamet Mulyana menerbitkan buku Peristiwa
Bahasa dan Peristiwa Budaya, penerbit Ganaco, Bandung. Buku ini berisi
sekalar pemandangan tentang Poesi juga biasa disebut Puitika. Pandangan Puitika
tidak terlepas dari persoalan poetika pada hakikatnya adalah persoalan
filsafat. Dengan demikian, peristiwa sastra dihubungkan dengan peristiwa Bahasa
Indonesia. Hal ini ada hubungannya dengan pengajaran bahasa. Kekurangan
penyelidikan bahasa dan sastra Indonesia terasa sekali oleh pengajar di
sekolah, yaitu sifat pembelajaran tidak lagi merupakan perluasan, tetapi pendalaman.
Bahasa Indonesia merupakan salah satu fenomena yang berhubungan adat dengan
manusia Indonesia. Slamat Mulyana mendefinisikan stilistika adalah pengetahuan
tentang kata yang berjiwa.
Istilah
stilistika kemudian dikembangkan oleh Jassin. Ia menguraikan bahwa ilmu bahasa
yang menyelidiki gaya bahasa disebut stilistika atau ilmu gaya biasa orang
menyebut gaya bahasa apa yang disebut Stijl
dalam bahasa Belanda, Style dalam
bahasa Ingggris dan Perancis, Stil dalam
bahasa Jerman. Jassin selanjutnya mengemukakan bahwa kata gaya bahasa bermakna
cara menggunakan bahasa. Di dalamnya tercakup gaya bercerita. Biasanya orang
jika berbicara tentang stil seseorang
pengarang yang dimaksud bukan saja gayanya dalam mempergunakan bahasa,
melainkan juga gayanya bercerita. Seorang stilistikus atau ahli gaya bahasa menjawab
pertanyaan mengapa seorang pembicara atau pengarang menyatakan pikiran dan
perasaan seperti yang dilakukan dan tidak dalam bentuk lain, atau bagaimana
keharmonisan gabungan isi dan bentuk.
Pada
1982, Sudjiman membuat Diktat Mata Kuliah Stilistika, Program S1. Universitas
Indonesia. Kemudian Ia menerbitkan buku Bunga
Rampai Stilistika. Grafiti, Jakarta 1993. Istilah stilistika sejak 1980-an
ini mulai dikenal di dunia Pengetahuan Tinggi sebab telah menjadi satu disiplin
ilmu. Hal ini dilatarbelakangi oleh kenyataan selama ini bahwa dalam usaha
memahami karya sastra para kritikus sastra menggunakan pendekatan intrinsik dan
ekstrisik, bahkan ada yang menggunakan beberapa pendekatan sekaligus. Semua itu
ada hukum untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang alasan pengarang
menciptakan karya tertulis, gagasan yang hendak disampaikan ataupun hal-hal
yang mempengaruhi cara penyampaiannya semua itu dilakukan untuk merebut makna
yang terkandung dalam karya sastra serta menikmati keindahannya. Karena medium
yang digunakan oleh pengarang adalah bahasa, pengantar bahasa pasti akan
mengungkapkan hal-hal yang membantu kita menafsirkan makna suatu karya sastra
atau bagian-bagiannya untuk selanjutnya memahami dan menikmatinya. Pengkajian
ini disebut pengkajian stilistika. Dalam pengkajian ini tampak relevansi
linguistik atau ilmu bahasa terhadap studi sastra. Dengan stilistika, dapat
dijelaskan interaksi yang rumit antara bentuk dan makna yang sering luput dari
perhatian dan pengamatan para kritikus sastra.
Pada
tahun 1986, Natawidjaja menerbitkan buku Apresiasi
Stilistika, Intermasa, Yogyakarta. Dalam buku ini diuraikan penggunaan
bahasa suatu karya sastra melalui aspek bahasa, misalnya peribahasa, ungkapan, dan
gaya bahasa dalam karya sastra. Buku ini sangat bermanfaat bagi siswa SMA dan
mahasiswa yang ingin meningkatkan pemahaman mengenai stilistika bahasa
Indonesia. Di Universitas Gadjah Mada, penelitian skripsi sarjana juga membahas
masalah stilistika. Hal ini sudah dilaksanakan sejak 1958 sampai dengan
sekarang ini, misalnya Budi S telah membuat skripsi tentang ”Bahasa Danarto dalam
Godlob: Kajian Stilistika Cerpen-cerpen Danarto”, 1990. Ia memberi penekanan
analisis terhadap kosakata, majas (bahasa kiasan), sarana retorika, struktur
sintesis, interaksi bahasa dan humor dari mantra (Puleh, 1994:X). Pada 1993,
Lukman Hakim membahas stilistika judul makalahnya ”Tinjauan Stilistika terhadap
Robohnya Surau Kami”, (AA. Navis).
Ia membahas cerita pendek ini dari sisi gaya bahasa/stil, pengarangnya terutama yang berhubungan dengan (1) struktur
kalimat yang dihubungkan dengan gaya bercerita; dan (2) pemilihan leksikal yang
dikaitkan dengan pemakaian majas (Depdikbud, 1993:28-38, Bahasa dan Sastra, X.4).
Pada
1995, Aminuddin menerbitkan bukunya Stilistika
Pengantar Memahami Bahasa dalam Karya Sastra, IKIP Semarang Press,
Semarang. Kajian stilistika dalam buku ini terdiri dari enam bab. Bab 1
mengenai Pengertian Gaya dalam Perspektif Kesejarahan; Bab 2 mengenai Studi Stilistika
dalam Konteks Kajian Sastra; Bab 3 Bentuk Ekspresi sebagai Pangkal Kajian
Stilistika; Bab 4 Aspek Bunyi dalam Teks Sastra; Bab 5 Bentuk Simbolik dalam
Karya Sastra; dan Bab 6 Bentuk Bahasa Kias dalam Karya Sastra. Pada 2003, Tirto
Suwondo membahas cerpen dengan pandangan stilistika, judul makalahnya ”Cerpen
Dinding Waktu, karya Danarto, Studi Stilistika” dimuat dalam bukunya Studi Sastra Beberapa Alternatif,
Hanindita, Yogyakarta, 2003. Suwondo berkesimpulan bahwa cerpen dinding waktu
karya Danarto kaya akan gaya bahasa, baik gaya bahasa berdasarkan struktur kata
dan kalimat maupun berdasarkan langsung atau tidaknya makna. Dengan demikian,
hingga saat sekarang ini, stilistika sudah berkembang dengan pesat.
3.
Objek
Kajian Stilistika
Stilistika
merupakan ilmu yang mengkaji penggunaan bahasa-bahasa yang bergaya dalam karya
satra. Dalam hal mengkaji bahasa-bahasa yang bergaya tersebut, terdapat
berbagai aspek yang dapat dikaji oleh stilistika, mulai dari intonasi, bunyi,
kata, dan kalimat sehingga lahirlah gaya intonasi, gaya bunyi, gaya kata, dan
gaya kalimat.
Ranah
penelitian stilistika biasanya dibatasi pada teks tertentu. Pengkajian
stilistika adalah meneliti gaya sebuah teks sastra secara rinci dengan
sistematis memperhatikan preferensi penggunaan kata, struktur bahasa, mengamati
antarhubungan pilihan kata untuk mengidentifikasikan ciri-ciri stilistika (stilistic features) yang membedakan pengarang (sastrawan) karya, tradisi,
atau periode lainnya. Ciri ini dapat bersifat fonologi (pola bunyi bahasa, mantra
dan rima), sintaksis (tipe struktur kalimat), leksikal (diksi, frekuensi
penggunaan kelas kata tertentu) atau retoris (majas dan citraan). Apresiasi
stilistika merupakan usaha memahami, menghayati, dan mengaplikasi gaya agar
melahirkan efek artistik. Efek-efek tersebut akan tampak pada ekspresi
individual pengarang. Adapun objek kajian stilistika yaitu pribahasa, ungkapan,
aspek kalimat, gaya bahasa, plastik bahasa, dan kalimat asosiatif (Natawidjaya,
1986:5). Berikut akan dijelaskan satu per satu.
a.
Peribahasa
Peribahasa
adalah kalimat yang memiliki efek konotatif yang digunakan dalam bentuk tulisan
maupun percakapan. Terdapat enam jenis peribahasa, yaitu sebagai berikut.
1)
Bidal
Bahasa
Bidal
bahasa ialah peribahasa sebagai pemanis percakapan atau kalimat dalam tulisan.
Misalnya,
Angin bertiup sepoi-sepoi basah.
Artinya,
demikian lembutnya seperti yang selalu dikatakan orang.
Beban sudah di pintu.
Artinya, segala
sesuatu yang telah patut. Anak perempuan dewasa patut dipersuamikan. Warisan
yang sudah patut dibagi. Hidangan yang sudah patut dimakan.
Telaga
di bawah gunung.
Artinya, seorang
istri yang baik nasibnya, membawa rezeki.
2)
Pepatah
Pepatah sering
juga disebut dengan pematah. Pepatah berisi kecaman, sanggahan atau petuah.
Pepatah termasuk peribahasa yang digunakan dalam percakapan untuk mematahkan
perkataan lawan bicara sehingga ia berhenti atau memahami, dan menyadari
kesalahannya. Misalnya,
Ada
sepanjang jalan, cupak sepanjang betung.
Artinya, segala
sesuatu pekerjaan ada aturannya. Dalam setiap pergaulan, ada etiketnya.
Laki-laki atau perempuan mempunyai cara-cara tersendiri menurut kodratnya.
Menjilat
air liur.
Artinya, yang
sudah dibuang dan dihinakan, dimuliakan kembali.
Kasih
ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang penggalan.
Artinya, kasih
seorang ibu tak pernah putus dan selalu abadi, kasih anak kadang-kadang sangat
sedikit.
Kacang
lupa pada kulit.
Artinya, orang
yang tidak sadar pada asalnya.
3)
Amsal
Amsal
berasal dari bahasa Arab, yaitu sama dengan perumpamaan. Amsal ialah peribahasa
yang memiliki susunan kata yang mengandung asosiasi, yang bersifat sama dengan
yang dimaksud. Isi amsal bisa berupa petatah atau petitih. Di depan susunan
amsal, sering didahului kata umpama,
bagai, bak, atau seperti. Misalnya,
Bagai air di daun talas.
Artinya, orang
yang tidak tetap pendiriannya.
Seperti rusa masuk kampung.
Artinya, perihal
orang yang tercengang-cengang melihat keindahan.
Bagai tokak lekat di kening.
Artinya, rasa
malu yang tidak dapat disembunyikan.
Bagai air dengan tebing.
Artinya,
sepasang suami istri yang saling sayang menyayangi.
4)
Petitih
Petitih
ialah peribahasa yang mengandung nasihat atau pelajaran tentang kehidupan
manusia. Petitih ini sering juga disebut dengan hadis melayu. Kebanyakan
susunan petitih terdiri dari dua bagian, seperti bentuk gurindam. Kalimat yang
pertama berisi sebab dan kalimat kedua berisi akibat. Misalnya,
Mumbang jatuh, kelapa jatuh.
Artinya,
setiap makhluk hidup akan mengalami kematian.
Datang nampak muka, pergi Nampak
punggung.
Artinya,
dating dengan baik, pergi pun harus dengan baik.
Perang bermalaikat, sabung berjuara.
Artinya,
janganlah kita terkabur, segala penderitaan, permainan, Tuhan jualah yang
menentukan.
Ibarat ayam pungguk, segan mencakar,
rajin mematuk.
Artinya,
hal orang yang duduk-duduk saja di rumah, tapi ia segan mencari nafkah.
5)
Kalimat
Bersayap
Kalimat
bersayap disebut juga kata-kata mutiara. Kalimat bersayap ialah susunan kata
yang mengandung firman, falsafah, pepatah, atau petitih. Kalimat bersayap
diucapkan oleh pujangga, rasul, nabi, atau filsuf. Prinsip arti materinya
terdapat dalam susunan kalimtanya, sedangkan arti konotatifnya, diciptakan
melalui usaha tafsiran. Misalnya,
Biar kamu rahasiakan perkataan kamu,
maupun kamu nyatakan, sesungguhnya Allah itu mengetahui segala isi hati manusia. (Al-Qur’an,
surat Al Muluk ayat 13).
Kebenaran itu dalam sekali letaknya,
tidak terjangkau semuanya oleh manusia. (Democritus).
Hanya yang ada itu ada, yang tiada itu
tidak.
(Permenides).
Semuanya itu air. Semuanya itu satu. (Thales).
b.
Ungkapan
Ungkapan
ialah hasil pemencilan dua buah kata atau lebih untuk menyatakan suatu maksud
yang mempunyai asumsi, berkias, atau berkonotasi. Ungkapan bisa berbentuk kata
majemuk atau kelompok kata. Melihat dari frekuensi pemakaiannya, ungkapan lebih
banyak digunakan dalam bahasa sehari-hari, maupun karangan, jika dibandingkan
dengan pemakaian peribahasa. Hal ini dimungkinkan oleh bentuk ungkapan yang
pendek dan mudah diingat. Bagian ungkapan terdiri dari unsur inti dan unsur
penjelas. Unsure inti adalah unsure yan diterangkan dan unsure penjelas ialah
unsure yang menerangkan. Sifat ungkapan bahasa Indonesia ialah menurut hokum DM
(Diterangkan Menerangkan). Misalnya,
mencari muka
– melakukan sesuatu yang baik agar mendapat perhatian
berdahi
sempit – berpikiran pendek,
pesimistis, kuatir akan hari esok
menutup
mata – mati, meninggal, wafat, tutup
usia
buah
bibir – diceritakan orang karena
kebaikannya
makan
tangan – mendapat untung, laris
dagangannya
kabar
angin – desas desus
anak
emas – orang yang paling dikasihi
c.
Aspek
Kalimat
Aspek
ialah segi pandangan dari sudut mana kita melihat sebuah kalimat sehingga kita
memperoleh pengertian yang khas dari maksud kalimat tersebut. Terdapat beberapa
jenis aspek kalimat yaitu sebagai berikut.
1)
Aspek
Inkhoatif (Inchoative Aspect, Sudut
Mula Kerja)
Dalam aspek inkhoatif,
sudut pandangan terletak pada proses suksesif (berurutan), tetapi tidak
merupakan sebab akibat dan kejadian atau peristiwa itu selalu didahului oleh
perbuatan pertamanya. Misalnya, sesudah
puas melihat pameran itu, kami pun pulang.
2)
Aspek
Duratif (Durative Aspect, Sudut
Terikat Waktu)
Titik perhatiab aspek
duratif terletak saat berlakunya peristiwa, kejadian, atau perbuatan yang
terikat oleh waktu. Jadi, sifatnya sementara. Misalnya, saya pinjam sebentar saja.
3)
Aspek
Resultatif (Resultative Aspect, Sudut
Kesimpulan)
Aspek resultatif
terdapat dalam kalimat yang mempunyai sebab akibat. Kalimat kedua merupakan
perkembangan kalimat pertama. Jadi, terdapat hubungan kait-mengait. Misalnya, karena terlambat satu menit, saya
ketinggalan kereta.
4)
Aspek
Progesif (Progressive Aspect, Sudut
Urutan Maju)
Aspek progresif dapat
dilihat dari urutan kejadiannya yang kronologis dan sedang berlangsung.
Misalnya, kemarin ia kehujanan, sekarang
ia sakit.
5)
Aspek
Frekuentatif (Frequentative Aspect,
Sudut Kerap Tidaknya)
Frekuentatif artinya
kerap atau jarang sesuatu kejadian atau peristiwa itu timbul atau terjadi.
Misalnya, sekali-sekali nampak motor
hitam lewat, remang-remang saja bentuknya.
6)
Aspek
Hipotesis (Hypothesis Aspect, Sudut
Kemungkinan)
Hipotesis ialah sesuatu
yang dianggap benar, yakni proses kejadian yang telah lampau atau yang akan
datang berdasarkan tanggapan hokum-hukum atau bukti-bukti yang berlaku
sekarang. Prosesnya mengandung kecendekiaan. Sifatnya indetorminatif. Tidak
terikat oleh waktu. Karena itu, hasilnya dapat positif atau negative. Misalnya,
nanti, engkau akan disambut dengan
meriah.
7)
Aspek
Habituatif (Habituative Aspect, Sudut
Kebiasaan)
Titik
perhatian aspek habituatif ialah perbuatan/kelakuan atau peristiwa berlaku atau
terjadi dengan perulangan yang tetap. Dalam kalimat seharu-hari, ditandai oleh
kata tugas, yaitu setiap, selalu,
tiap-tiap, biasa, dan lain-lain. Misalnya, ia selalu ingat padaku.
8)
Aspek
Komparatif (Comparative Aspect, Sudut
Perbandingan)
Untuk
mengimajinasikan sesuatu hal, kita bisa membandingkan dengan benda yang
bersifat sama. Misalnya, setelah bersujud
untuk kedua kalinya, pemuda kita mengundurkan diri dengan perasaan seakan-akan
baru lulus ujian berat.
9)
Aspek
Realis (Realist Aspect, Sudut
Kenyataan)
Realis ialah bersifat
kenyataan. Jadi, aspek realis meninjau suatu kejadian atau peristiwa ataupun
perbuatan dari sedang berlangsungnya atau sudah berlangsungnya. Sifatnya nyata.
Misalnya, ia membaca buku di perpustakaan
tiga jam yang lalu.
10)
Aspek
Arealis (Arealist Aspect, Sudut Belum
Nyata)
Aspek arealis merupakan
kebalikan dari aspek realis. Arealis artinya belum nyata, belum terbukti, atau
akan terjadi. Misalnya, seandainya saja
Afif mencintaiku seperti aku mencintainya, aku pasti akan sangat bahagia.
d.
Gaya
Bahasa
Gaya
bahasa adalah pernyataan dengan pola tertentu sehingga mempunyai efek
tersendiri terhadap pemerhati. Dengan pola materi, akan menimbukan efek
lahiriah (efek bentuk), sedangkan dengan pola arti (pola makna) akan
menimbulkan efek rohaniah. Terdapat berbagai jenis gaya bahasa. Jenis-jenis
tersebut dikelompokkan dalam empat kelompok besar, yaitu gaya bahasa
perbandingan, pertentangan, pertautan, dan perulangan.
e.
Nilai
Kata
Nilai
kata ialah nilai rasa kata yang menimbulkan pengertian khusus dan bersifat gaya
bahasa trofen atau metonimia. Misalnya,
Nilai rendah nilai
tinggi
(bahasa umum) (bahasa
sastra)
patah
semangat rapuh
badan tubuh
serapah kutuk
gudang
padi lumbung
jarang langka
perempuan
muda dara
mati gugur,
tutup usia, terbang nyawanya
selesai rampung
f.
Plastik
Bahasa
Plastik
bahasa ialah kalimat penulis yang emosional dalam menggambarkan sesuatu hal
sehingga menimbulkan gambaran yang jelas. Sifatnya subjektif. Plastic bahasa
atau liris prosa ini sebagai hasil ekspresi individual spesifik penulis pada
setiap jenis karangannya. Plastic bahasa menimbulkan gambaran dalam pikiran
karena terdapat, yaitu (a) penonjolan pokok pikiran, (b) retorika, (c) pemunculan
bahasa daerah atau bahasa asing untuk memperjelas, (d) asosiatif, dan (e)
bersifat siaran pandangan mata.
g.
Kalimat
Asosiatif
Kalimat
asosiatif mengandung tiga pengertian pokok yaitu sebagai berikut. Pertama, kalimat asosiatif merupakan
kalimat konotatif karena pokok pikiran merupakan lambang dari ekspresi
individual. Kedua, kalimat asosiatif
ialah kalimat yang mengandung kata-kata terlarang atau pamali bagi sebagian
besar orang Indonesia. Ketiga, kalimat
asosiatif adalah kalimat yang pokok pikiran atan objeknya mengandung
kepercayaan atau tabu. Misalnya,
melati – kesucian, gadis cantik
warna
merah – keberanian
kalimat asosiatif I
warna hitam
– kesedihan atau ketuhanan
Bentuk Kata Tabu Bagi Daerah
membujang -- Tapanuli
kancing
-- Minangkabau
butuh -- Palembang,
Pontianak kalimat asosiatif II
momok -- Jawa
Barat (Pasundan)
Nama Binatang Nama Penghindar Tabu Daerah
harimau -- datuk Sumatera
mbah, aden-aden Jawa Barat kalimat
kiyai Jawa
Tengah asosiatif III
kucing -- enyeng Sumedang
4.
Tujuan
Stilistika
Stilistika
dapat ditujukan terhadap berbagai penggunaan bahasa, tidak terbatas pada
sastra. Namun, biasanya stilistika lebih sering dikaitkan dengan bahasa sastra.
Tedapat berbagai tujuan stilistika, yaitu sebagai berikut. Pertama, menerangkan hubungan antara bahasa dengan fungsi artistik
dan maknanya. Kedua, menentukan dan
memperlihatkan penggunaan bahasa sastrawan, khusus penyimpangan dan penggunaan
linguistik untuk memperoleh efek khusus. Ketiga,
menjawab pertanyaan mengapa sastrawan mengekspresikan dirinya justru memilih
cara khusus? Bagaimanakah efek estetis yang dapat dicapai melalui bahasa?
Apakah pemilihan bentuk-bentuk bahasa tertentu dapat menimbulkan efek estetis?
Apakah fungsi penggunaan bentuk tertentu mendukung tujuan estetis? Keempat, mengganti kritik sastra yang
bersifat subyektif dan impresif dengan analisis. Stil wacana sastra yang lebih
obyektif dan ilmiah. Kelima,
menggambarkan karakteristik khusus sebuah karya sastra. Keenam, mengkaji pelbagai bentuk gaya bahasa yang digunakan oleh
sastrawan dalam karyanya.
5.
Manfaat
Stilistika
Berbagai
manfaat diperoleh dari stilistika bagi pembaca sastra, guru sastra, kritikus
sastra, dan sastrawan. Manfaat menelaah stilistika ialah sebagai berikut.
a.
Mendapatkan atau membuktikan ciri-ciri
keindahan bahasa yang universal dari segi bahasa dalam karya sastra lebih.
b.
Menerangkan secara baik keindahan sastra
dengan menunjukkan keselarasan penggunaan ciri-ciri keindahan bahasa dalam
karya sastra.
c.
Membimbing pembaca menikmati karya
sastra dengan baik.
d.
Membimbing sastrawan memperbaiki atau
meninggikan mutu karya sastranya.
e.
Kemampuan membedakan bahasa yang
digunakan dalam satu karya sastra dengan karya sastra yang lain.
B. Daftar Rujukan
Aminuddin. 1995. Stilistika: Pengantar Memahami Bahasa dalam
Karya Sastra. Semarang: IKIP Semarang Press.
Atmazaki. 2005. Ilmu Sastra: Teori dan Terapan. Padang:
Citra Budaya Indonesia.
Junus, Umar. 1989. Stilistik: Suatu Pengantar. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka
Kementerian Pendidikan Malaysia.
Natawidjaja, P. Suparman. 1986. Apresiasi Stilistika. Jakarta:
Intermasa.
Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Stilistika: Kajian Puitika Bahasa, Sastra,
dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Semi, M. Atar. 2008. Stilistika Sastra. Padang: UNP Press.
Sudjiman Panuti. 1993. Bunga Rampai Stilistik. Jakarta:
Grafiti.
paragraf di bawah ini sumbernya di buku apa mbk? mohon informasinya, karna saya masih sangsi, apakah stilistika masuk pada kajian sastra atau linguistik? mohon komfermasinya ke 085859818555,
BalasHapusDalam bidang bahasa dan sastra, stilistika dikatakan sebagai bagian dari ilmu sastra, lebih sempit lagi, ilmu gaya bahasa dalam kaitannya dengan aspek-aspek keindahan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), gaya memiliki beberapa ciri, yaitu (a) kekuatan, kesanggupan, gaya dalam pengertian denotatif, misalnya gaya pegasm gaya lentur, gaya tarik bumi; (b) sikap, gerakan, seperti dalam tingkah laku, misalnya gaya tarik, gaya hidup; (c) irama, lagu, seperti dalam music, misalnya gaya musik Barat; (d) cara melakukan, seperti dalam olahraga, gaya renang, gaya dada; (e) ragam, cara, seperti dalam bangunan, seperti bagunan gaya Eropa; dan (g) cara yang khas, seperti pemakaian bahasa dalam karya sastra, misalnya gaya inversi.
Bisa dimasukkan keduanya, seperti dalam linguistik kita kenal istilah stilistika pragmatik.
BalasHapus